Perkenalkan, saya adalah anak daerah. Saya dibesarkan di pedalaman Sumatra. Pada saat saya selesai SMP, orang tua saya memaksa saya pindah ke Bandung untuk meneruskan ke SMA. Tujuannya agar berpeluang untuk masuk ITB. Waktu SMP, nilai saya pas-pasan. Tiga tahun di SMP yang lokasinya di pedalaman Sumatra ( 3 jam naik mobil untuk mencapai ibu kota propinsi) saya hanya rangking 20 besar. Rangking tertinggi yang pernah saya raih cuma rangking 11 di kelas 1. Pada saat saya selesai SMP, NEM Ebtanas (Sekarang
Ujian Nasional) saya hanya 42,15. Jika dirata-ratakan hanyalah 7.
Dengan modal ini saya coba mendaftar di SMA negeri Bandung. Jelas saja, dengan rata-rata cuma 7, saya tidak dapat masuk tiga besar SMA di Bandung, yaitu SMA Negeri 3 Bandung, SMA Negeri 2, dan SMA Negeri 5. Bahkan dengar-dengar SMA yang menerima saya hanya rangking 5 secara keseluruhan. Dari SMA saya ini, jarang yang bisa masuk ITB. Paling 5-10 orang pertahun. Ini sudah sangat bagus. Berbeda dengan SMA Negeri 3 yang kalau masuk ITB seperti naik kelas. Hampir semuanya masuk ke ITB dan jurusan-jurusan top dari UI dan UGM.
Selama saya di SMA, saya hanya masuk rangking 1 kali. Rangking 3 di kelas 1. Setelah itu rangking 23. Secara keseluruhan saya hanyalah masuk 20 besar selama 3 tahun di SMA. Tapi, mulai kelas 2 paman saya yang kuliah di ITB memberikan saya tips untuk masuk ITB. Fokus pada 4 pelajaran IPA, Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi.Pelajaran lainnya dicuekin aja, tapi tetap nilainya jangan sampai merah. Dari situ akhirnya saya hanya fokuskan energi saya kepada 4 mata pelajaran ini, kecuali biologi. Karena saya kurang suka biologi, jadi saya hanya pertahankan di nilai 7.
Dengan strategi belajar ini, saya tidak pernah bisa masuk rangking. Karena untuk jadi juara kelas anda harus punya nilai bagus untuk setiap mata pelajaran. Saat memasuki tahun terakhir di SMA, saya hanya fokus ke 4 pelajaran ini dan banyak latihan soal. Saat semua teman saya sudah pada booking tempat di SSC dan Ganesha Operation, saya malah belum mau bimbel. Dari pengalaman waktu saya kelas 2 ikut SSC, saya rasanya bisa mengerjakan semua soal dengan 1 syarat yaitu RAJIN & BANYAK BERTANYA. Tidak harus bayar mahal untuk bimbel, apalagi saya juga sering bolos. Karena rumah saya jauh, sekitar 2 jam dari sekolah.
Pada saat memasuki catur wulan ke 2 kelas 3, saya mulai ikutan bimbel karena dipaksa oleh orang tua saya yang khawatir dengan cara belajar saya. Akhirnya saya pilih bimbel yang paling murah, yaitu bimbel di masjid Salman ITB. Kenapa saya pilih ini, karena ada orang bijak pernah berkata “Jika ingin masuk ITB, kamu harus bergaya seperti anak ITB dulu”. Jadi saya lihat bagaimana para mahasiswa ITB berbicara, berjalan, bercanda, bermain, dll. Semuanya saya tiru.